Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Infeksi Saluran Pernafasan Atas


Infeksi Saluran Pernafasan Atas
Penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit pernafasan terberat dan terbanyak menimbulkan akibat dan kematian (Gouzali, 2011). ISPA merupakan salah satu penyakit pernafasan terberat dimana penderita yang terkena serangan infeksi ini sangat menderita, apa lagi bila udara lembab, dingin atau cuaca terlalu panas. (Saydam, 2011)
Dari kedua pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) adalah, infeksi yang menyerang saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh bakteri dan virus serta akibat adanya penurunan kekebalan tubuh penderita akibat populasi udara yang di hirup.
1.        Faktor-faktor terjadinya ISPA
Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku.
a.    Faktor lingkungan
1)   Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak didalm rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi. Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6-10 tahun. (Maryunani, 2010).
2)  Ventilasi rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernafasan, membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara, mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang, mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan, mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal, mendisfungsikan suhu udara secara merata. (Maryunani, 2010).
3)   Kepadatan hunian rumah
Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini. (Maryunani,2010).
b.    Faktor individu anak
1)   Umur anak
Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernafasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6-12 tahun. (Maryunani, 2010).
2)   Berat badan lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernafasan lainnya. Penelitian menunjukan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram dihubungkan dengan meningkatnya kematian akibat infeksi saluran pernafasam dan hubungan ini menetap setelah dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernafasan, tetapi mengalami lebih berat infeksinya. (Maryunani, 2010).
3)   Status gizi
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi. Balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan serangannya lebih lama. (Maryunani, 2010).
4)   Vitamin A
Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok kontrol. Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat. (Maryunani, 2010).

5)   Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. (Maryunani, 2010).
c.    Faktor perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktik penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya. (Maryunani, 2010).
B.     Penyebab ISPA
Berikut ini adalah beberapa mikroorganisme penyebab munculnya ISPA yang sudah diketahui.
1.       Adenovirus. Gangguan pernapasan seperti pilek, bronkitis, dan pneumonia bisa disebabkan oleh virus ini yang memiliki lebih dari 50 jenis.
  1. Rhinovirus. Ini adalah jenis virus yang menyebabkan pilek. Tapi pada anak kecil dan orang dengan sistem kekebalan yang lemah, pilek biasa bisa berubah menjadi ISPA pada tahap yang serius.
  2. Pneumokokus. Ini adalah jenis bakteri yang menyebabkan meningitis. Tapi bakteri ini bisa memicu gangguan pernapasan lain, seperti halnya pneumonia.
Sistem kekebalan tubuh seseorang sangat berpengaruh dalam melawan infeksi virus maupun bakteri terhadap tubuh manusia. Risiko seseorang mengalami infeksi akan meningkat ketika kekebalan tubuh lemah. Hal ini cenderung terjadi pada anak-anak dan orang yang lebih tua. Atau siapa pun yang memiliki penyakit atau kelainan dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
ISPA sendiri akan lebih mudah menjangkiti orang yang menderita penyakit jantung atau memiliki gangguan dengan paru-parunya. Perokok juga berisiko tinggi terkena infeksi saluran pernapasan akut dan cenderung lebih sulit untuk pulih dari kondisi ini.
Cara Penularan Penyakit ISPA
 Bibit penyakit ISPA berupa jasad renik ditularkan melalaui udara. Jasad renik yang berada di udara akan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan menimbulkan infeksi, penyakit ISPA dapat pula berasal dari penderita yang kebetulan mengandung bibit penyakit, baik yang sedang jatuh sakit maupun karier. Jika jasad renik bersal dari tubuh manusia maka umumnya dikeluarkan melalui sekresi saluran pernafasan dapat berupa saliva dan sputum. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah dicemari jasad renik (
hand to hand transmission. Oleh Karena salah satu penularan melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan , maka penyakit ISPA termasuk golongan
 Air Borne Diseases
.
Tanda dan Gejala ISPA
 Penyakit ISPA pada anak dapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan gejala seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga dan demam.





Post a Comment for "Infeksi Saluran Pernafasan Atas"