Manajemen Risiko Lingkungan
MANAJEMEN
RISIKO LINGKUNGAN
OLeh:
Junaidi Maase,S.Tr.KL
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kesehatan
sebagai salah satu unsur kesejahteraan
umum harus diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian
pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu
sistem kesehatan nasional. Untuk mencapai tujuan nasional
tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan yang
merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di
antaranya pembangunan kesehatan.
Pembangunan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. (Depkes,2009)
Dalam rangka memberikan pelayanan di bidang
kesehatan, rumah sakit merupakan tempat bertemunya kelompok masyarakan
penderita penyakit, kelompok masyarakat pemberi pelayanan, kelompok pengunjung
dan kelompok lingkungan sekitar. Adanya interaksi di dalamnya memungkinkan
menyebarnya penyakit bila tidak didukung dengan kondisi lingkungan rumah sakit
yang baik dan saniter (Paramita N,2007)
Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
masyrakat, khususnya di kota-kota besar
semakin meningkat pendirian rumah sakit (RS). Sebagai akibat kualitas efluen
limbah rumah sakit tidak memenuhi syarat. Limbah rumah sakit dapat mencemari
lingkungan penduduk di sekitar rumah
sakit dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Sampah dan limbah rumah sakit
adalah semua samaph dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan
kegiatan penunjang lainnya (Asmadi,2013).
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah
sakit juga menghasilkan sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non
medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi kertas,unit
pelayanan (berupa karton,kaleng botol) sampah dari ruangan pasien, sisa makanan
buangan ;sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan
lain-lain) (Asmadi,2013).
B.
Perumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan sampah rumah sakit ?
2. Bagaimana
pengolahn sampah rumah sakit ?
3. Apa
saja sumber dan karakteristik sampah
rumah sakit
4. Apa
pengaruh pengelolaan sampah rumah
sakit terhadap masyarakat dan lingkungan ?
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Pengertian Rumah Sakit
Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No mor
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang
persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit dinyatakan bahwa rumah sakit
sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun
orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya
pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Depkes ,RI 2004).
Rumah sakit merupakan suatu kegiatan yang
mempunyai potensi besar menurunkan kualitas lingkungan dan kesehatan
masyarakat, terutama yang berasal dari aktivitas medis. Sampah rumah sakit
dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
sampah medis dan sampah non medis. Untuk menghindari dampak negatif
terhadap lingkungan perlu adanya langkah-langka h penanganan dan pemantauan
lingku ngan.
B.
Pengertian
Sampah Rumah Sakit
Menurut American Public Health Association, sampah
(waste) diartikan sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan
tidak terjadi dengan sendirinya (Sumantri A,2010)
Sampah rumah
sakit adala semua sampah yang dihasilkan oleh Kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila
dibandingkan dengan kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis
sampah rumah sakit dapat dikategorikan kompleks. (asmadi). Sampah adalah bahan buangan
sebagai akibat kegiatan manusia dan hewan, yang merupakan bahan yang sudah
tidak digunakan lagi, sehingga menjadi bahan buangan yang tidak berguna lagi
(Budiman,2012).
C.
Sumber
dan Karakteristik Sampah Rumah Sakit
1. Jenis Sampah Rumah Sakit Menurut Sumbernya
Setiap ruangan/unit kerja di rumah sakit merupakan penghasil
sampah. Jenis sampah dari setiap ruangan berbeda-beda sesuai dengan penggunaan
dari setiap ruangan/unit yang bersangkutan.
Tabel 2.1. Jenis
Sampah Menurut Sumbernya
No
|
Sumber/Area
|
Jenis sampah
|
1.
|
Kantor/Administrasi
|
Kertas
|
2.
|
Unit obstetric dan ruang perawatan
obstetric
|
Dressing (pembalut/pakaian),
Sponge (sepon/pengosok), placenta, ampul, termasuk kapsul perak nitrat, jarum
syringe (alat semprot), masker
Disposable (masker yang dapat dibuang), disposable drapes (tirai/kain yang dapat
dibuang), sanitary napkin (serbet),
blood lancet disposable (pisau bedah), disposable chateter (alat
bedah),
disposable unit enema (alat suntik
pada usus) disposable diaper(popok) dan underpad (alas/bantalan), dan
sarung disposable.
|
3.
|
Unit emergency dan
bedah termasuk ruang perawatan
|
Dressing (pembalut/pakaian),Sponge
(sepon/penggosok), jaringan tubuh, termasuk amputasi ampul bekas, masker
disposable(masker yang dapat dibuang),
jarum syringe (alat semprot),
Drapes (tirai/kain), disposable blood lancet (pisau bedah), disposable kantong emesis, Levin tubes (pembuluh)
chateter(alat bedah), drainase set ( alat pengaliran), kantong colosiomy,
underpads (alas/bantalan), sarung bedah.
|
4.
|
Unit laborator ium,
ruang mayat, phatology dan autopsy
|
Gelas terkontaminasi, termasuk
pipet petri dish, wadah specimen,
slide specimen (kaca/alat sorong),
jaringan tubuh, organ, dan tulang
|
5
|
Unit
Isolasi
|
Bahan-bahan kertas yang mengandung
buangan nasal (hidung) dan sputum
(dahak/air liur), dressing (pembalut/pakaian dan bandages (perban), masker disposable
(masker yang dpat dibuang),
sisa makanan , perlengkapan makan.
|
6.
|
Unit
Perawatan
|
Ampu l, jarum disposable dan syringe (alat sempr ot ),
kertas dan lain-lain
|
7.
|
Unit
pelayanan
|
Karton,
kertas bungkus, kaleng, botol, sampah dari ruang umum dan pasien, sisa
makanan buangan
|
8.
|
Unit
gizi/dapur
|
Sisa
pembungkus, sisa makanan/bahan makanan sayuran dan lain-lain
|
9.
|
Halaman Rumah Sak
|
Sisa
pembungkung daun ranting, debu
|
Sumber
: Depkes RI, 2002
2.
Karakteristik
sampah Rumah Sakit
Karakteristik sampah rumah sakit perlu diketahui dalam
kaitannya pada pengelolaan sampah yang baik dan benar. Secara garis besar
sampah rumah sakit dibedakan menjadi sampah medis dan non medis.
Sampah Medis Sampah medis adalah
limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis
terhadap pasien. Termasuk dalam kajian tersebut juga kegiatan medis di ruang
poliklinik, perawatan, bedah, kebidanan, otopsi dan ruang laboratorium. Limbah
padat medis sering juga disebut sampah biologis. Limbah medis dapat digolong-golongkan
menjadi (Djojodibroto,1997).
a. Limbah benda tajam
Limbah ini bisa berupa jarum, pipet, pecahan kaca dan pisau
bedah. Benda-benda ini mempunyai potensi menularkan penyakit.
b. Limbah Infeksius
Dapat
dihasilkan oleh laboratorium, kamar isolasi, kamar perawatan, dan sangat berbahaya karena bisa juga menularkan penyakit.
c. Limbah jaringan tubuh.
Limbah ini berupa darah, anggota badan hasil amputasi,
cairan tubuh, dan plasenta.
d. Limbah Farmasi
Berupa obat -obatan atau bahan yamg telah kadaluarsa, obat
-obat yang terkontaminasi, obat yang
dikembalikan pasien atau tidak digunakan.
e. Limbah Kimia
Terdapat limbah kimia yang berbahaya dan tidak berbahaya dan
juga limbah yang bisa meledak atau yang hanya bersifat korosif.
f. Limbah Radioaktif
Bahan yang terkontaminasi dengan radio-isotof. Limbah ini
harus dikelola sesuai dengan peraturan yang diwajibkan.
g. Sampah Non Medis
Sampah padat non medis adalah semua sampah padat diluar
sampah padat medis yang dihasilkan dari berbagai kegiatan seperti kantor/
administrasi, unit perlengkapan, ruang tunggu, ruang inap, unit gizi/dapur,
halaman parkir, taman, dan unit pelayanan.
D.
Jumlah
Sampah
Rumah
sakit akan menghasilkan sampah medis dan non medis. Untuk itu usaha pengelolaannya terlebih dahulu
menentukan jumlah sampah yang dihasilkan
setiap hari. Jumlah ini akan menentukan jumlah dan volume sarana penampungan lokal yang harus disediakan,
pemilihan incinerator dan kapasitasnya dan juga bila rumah sakit memiliki
tempat pengolahan sendiri jumlah
produksi dapat diproyeksikan
untuk memperkirakan pembiayaan, dan lain-lain.
Dalam pengelolaan sampah ukuran
yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Ukuran berat badan
Ukuran
berat baik digunakan karena hasil perhitungan produksi sampah dengan ukuran
berat dapat dibandingkan antara satu daerah dan daerah lain.
Ukuran
berat yang sering dipakai adalah :
1) Ton
per hari untuk jumlah produksi sampah dari suatu daerah.
2) Kilogram
per orang per hari atau gram per orang per hari untuk produksi sampah per orang
atau per kapita.
2.
Jumlah Menurut Disposable(Benda yang langsung Dibuang)
Meningkatnya jumlah sampah berkaitan
dengan meningkatnya penggunaan barang disposable. Daftar barang disposable
merupakan indikator jumlah dan kualitas
sampah rumah sakit yang diproduksi. Berat, ukuran, dan sifat kimiawi
barang-barang disposable mungkin perlu dipelajari sehingga dapat diperoleh
informasi yang bermanfaat dalam pemgelolaan sampah ( Depkes RI, 2002)
3.
Jumlah Menurut Volume
Ukuran ini
sering digunakan terutama di negara berkembang dimana masih terdapat kesulitan
biaya untuk pengadaan alat timbangan. Satuan ukuran yang digunakan adalah m3
/hari atau liter/hari. Dalam pelaksanaan sehari-hari sering alat ukur volume
diterapkan langsung pada alat-alat pengumpul dan pengangkut sampah. Volume
sampah harus diketahui untuk menentukan ukuran bak sampah dan sarana pengangkutan (Depkes RI, 2002).
E.
Pelaksanaan
Pengelolaan Sampah Rumah Sakit
Pengelolaan
sampah harus dilakukan dengan benar dan efektif dan memenuhi persyaratan
sanitasi. Sebagai sesuatu yang tidak digunakan lagi, tidak disenangi, dan yang
harus dibua ng maka sampah tentu harus dikelola dengan baik. Syarat yang harus
dipenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air, atau tanah,
tidak menimbulkan bau (segi estetis) tidak menimbulkan kebakaran, dan
sebagainya.
Selain
itu, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008
pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Menurut
Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit didalam pelaksanaan pengelolaan sampah setiap rumah sakit harus melakukan
reduks i limbah dimulai dari sumber, harus mengelola dan mengawasi penggu naan
bahan kimia yang berbahaya dan beracun, harus melakukan pengelolaan stok bahan
kimia dan farmasi. Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah
medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui
sertifikasi dari pihak yang berwenang. Hal ini dapat dilaksanakan dengan
melakukan :
1.
Menyeleksi
bahan -bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum membelinya.
2.
Menggu
nakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
3.
Mengutamakan
metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi.
4.
Mencegah
bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan perawatan dan
kebersihan.
5.
Memonitor
alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi limbah bahan
berbahaya dan beracun.
6.
Memesan
bahan-bahan sesuai kebutuhan.
7.
Menggunakan
bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari kadaluarsa.
8.
Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.
9.
Mengecek
tanggal kadaluarsa bahan -bahan pada saat diantar oleh distributor.
Hal ini dilakukan agar sampah yang
dihasilkan dari rumah sakit dapat dikurangi sehingga dapat menghemat biaya
operasional untuk pengelolaan sampah (Dekpes. RI, 2004).
F.
Penampungan
Sampah Rumah Sakit
Sampah
biasanya ditampung di tempat produksi di tempat produksi sampah untuk beberapa
lama. Untuk itu setiap unit hendaknya disediakan tempat penampungan dengan
bentuk, ukuran dan jumlah yang disesuaikan dengan jenis dan jumlah sampah serta
kondisi setempat. Sampah sebaiknya tidak dibiarkan di tempat penampungan
terlalu lama. Kadang-kadang sampah juga diangkut langsung ke tempat penampungan
blok atau pemusnahan. Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis
yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam
(Depkes RI, 2004).
Tempat
-tempat penampungan sampah hendaknya memenuhi persyaratan minimal sebagai
berikut (Depkes RI, 2002) :
1.
Bahan
tidak mudah karat
2.
Kedap
air, terutama untuk menampung sampah basah
3.
Bertutup
rapat
4.
Mudah
dibersihkan
5.
Mudah
dikosongkan atau diangkut
6.
Tidak
menimbulkan bising
7.
Tahan
terhadap benda tajam dan runcin
Kantong
plastik pelapis dan bak sampah dapat digunakan untuk memudahkan pengosongan dan pengangkutan. Kantong plastik
tersebut membantu membungkus sampah
waktu pengangkutan sehingga mengurangi kontak langsung mikroba dengan manusia
dan mengurangi bau, tidak terlihat sehingga memberi rasa estetis dan memudahkan
pencucian bak sampah.
Penggunaan
kantong plastik ini terutama bermanfaat untuk sampah
laboratorium. Ketebalan plastik
disesuaikan dengan jenis sampah yang dibungkus agar petugas pengangkut sampah
tidak cidera oleh benda tajam yang menonjol dari bungkus sampah. Kantong
plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3 bagian telah terisi
sampah . Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus (safety
box) seperti botol atau karton yang aman (Depkes RI, 2004)
Unit
laboratorium menghasilkan berbagai jenis sampah. Untuk itu diperlukan tiga tipe dari tempat penampungan sampah di
laboratorium yaitu tempat penampungan sampah
gelas dan pecahan gelas untuk mencegah cidera, sampah yang basah dengan
solvent untuk mencegah penguapan bahan-bahan solvent dan mencegah timbulnya api
dan tempat penampungan dari logam untuk sampah yang mudah terbakar.
Hendaknya
disediakan sarana untuk mencuci tempat penampungan sampah yang disesuaikan
dengan kondisi setempat. Untuk rumah sakit kecil mungkin cukup dengan pencuci
manual, tetapi untuk rumah sakit besar mungkin perlu disediakan alat cuci
mekanis. Pencucian ini sebaiknya dilakukan setiap pengosongan atau sebelum
tampak kotor. Dengan menggunakan kantong pelapis dapat mengurangi
frekuensi pencucian. Setelah dicuci
sebaiknya dilakukan disinfeksi dan pemeriksaan bila terdapat kerusakan dan
mungkin perlu diganti.
G.
Pengangkutan
Sampah Rumah Sakit
Pengangkutan
sampah dimulai dengan pengosongan bak sampah di setiap unit dan diangkut ke
pengumpulan lokal atau ke tempat pemusnahan. Pengangkutan biasanya dengan
kereta, sedang untuk bangunan bertingkat dapat dibantu dengan menyediakan
cerobong sampah atau lift pada tiap sudut bangunan.
Pengangkutan
limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus. Kantong sampah sebelum
dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam container yang kuat dan tertutup. Kantong sampah juga
harus aman dari jangkauan manusia maupun binatang (Depkes. RI, 2004).
a. Kereta
Kereta adalah alat angkut yang umum
digunakan dan dalam merencanakan pengangkutan
perlu mempertimbangkan :
1) Penyebaran tempat penampungan sampah
2) jalur jalan dalam rumah sakit
3) jenis dan jumlah sampah
4) jumlah dan tenaga dan sarana yang
tersedia
Kereta pengangkut disarankan
terpisah antara sampah medis dan non medis agar tidak kesulitan didalam
pembuangan dan pemusnahannya. Kereta
pengangkut hendaknya memenuhi syarat :
(a). permukaan bagian dalam harus rata
dan kedap air
(b). mudah dibersihkan
(c). mudah diisi dengan dikosongkan
b.
Cerobong
Sampah/Lift
Sarana
cerobong sampah biasanya tersedia di gedung modern bertingkat untuk efisiensi
pengangkutan sampah dalam gedung. Namun penggunaan cerobong sampah ini banyak
mengandung resiko, antara lain dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman,
bahaya kebakaran, pencemaran udara, dan kesulitan lain, misalnya untuk
pembersihannya dan penyediaan sarana penanggulangan kebakaran. Karena itu bila
menggunakan sarana tersebut perlu ada perhatian khusus antara lain dengan
menggunakan kantong plastik yang kuat.
c. Perpipaan
Sarana perpipaan digunakan untuk
sampah yang berbentuk bubur yang dialirkan secara gravitasi ataupun bertekanan.
Walau beberapa rumah sakit menggunakan perpipaan (chute untuk pengangkutan
sampah internal, tetapi pipa tidak disarankan karena alasan keamanan, teknis
dan hygienis terutama untuk pengangkutan saSmpah benda-benda tajam, jaringan
tubuh, infeksius, citotoksik, dan radioaktif.
d.
Tempat
Pengumpulan Sementara
Sarana ini harus disediakan dalam
ukuran yang memadai dan dengan kondisi baik (tidak bocor, tertutup rapat, dan
terkunci). Sarana ini bisa ditempatkan dalam atau di luar gedung. Konstruksi
tempat pengumpul sampah sementara bisa dari dinding semen atau container logam
dengan syarat tetap yaitu kedap air, mudah
dibersihkan dan bertutup rapat. Ukuran hendaknya tidak terlalu besar
sehingga mudah dikosongkan, apabila jumlah sampah yang ditampung cukup banyak
perlu menambah jumlah container. Tersedia tempat penampungan sampah non medis
sementara yang tidak menjadi sumber bau dan lalat bagi lingkungan sekitarnya
dilengkapi saluran untuk cairan lindi dan dikosongkan dan dibersihkan
sekurang-kurangnya 1 x 24 jam. Sedangkan untuk sampah medis bagi rumah sakit
yang mempunyai insinerator di lingkungannya harus membakar limbahnya
selambat-lambatnya 24 jam. Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator,
maka limbah medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah
sakit lain atau pihak lainyang mempunyai insinerator untuk dilakukan pemusnahan
selambat-lambatnya 24 jam apabila disimpan pada suhu ruang (Depkes .RI, 2004).
H. Metode Pembuangan Sampah Rumah
Sakit
Sebagian
besar limbah klinis dan yang sejenis itu dibuang dengan incinerator atau
landfill. Metode yang digunakan tergantung pada faktor
-faktor khusus yang sesuai dengan institusi, peraturan yang
berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Dalam metode
penanganan sampah sebelum dibuang untuk sampah yang berasal dari rumah sakit
perlu mendapat perlakuan agar limbah infeksius dapat dibuang ke landfillyakni :
1. Autoclaving
Autoclaving sering dilakukan untuk
perlakuan limbah infeksius. Limbah dipanasi dengan uap dibawah tekanan. Namun
dalam volume sampahyang besar saat dipadatkan, penetrasi uap secara lengkap
pada suhu yang diperlukan sering tidak terjadi dengan demikian tujuan
autoclaving (sterilisasi) tidak tercapai. Perlakuan dengan suhu tinggi pada
periode singkat akan membunuh bakteri vegetatif dan mikroorganisme lain yang
bisa membahayakan penjamah sampah. Kantong limbah plastik biasa hendaknya tidak
digunakan karena tidak tahan panas dan akan meleleh selama autoclaving. Karena
itu diperlukan kantong autoclaving. Pada kantong ini terdapat indikator,
seperti pita autoclave yang menunjukkan bahwa kantong telah mengalami perlakuan
panas yang cukup. Autoclave yang digunakan secara rutin untuk limbah biologis
harus diuji minimal setahun sekali untuk menjamin hasil yang optimal.
2. Disinfeksi dengan Bahan Kimi
Peranan disinfeksi untuk institusi
yang besar tampaknya terbatas penggunanya, misalnya digunakan setelah mengepel
lantai atau membasuh tumpahan dan mencuci kendaraan limbah. Limbah infeksius
dengan jumlah kecil dapat didesinfeksi (membunuh mikroorganismetapi tidak
membunuh spora bakteri) dengan bahan kimia seperti hypochloiteatau
permanganate. Limbah dapat menyerap cairan disinfeksi sehingga akan menambah
masalah penanganan.
I. Pembuangan dan Pemusnahan Sampah
Rumah Sakit
Pembuangan
dan pemusnahan sampah dapat ditempuh melalui dua alternatif yaitu:
1.
Pembuangan
dan pemusnahan sampah medis dan non medis secara terpisah.
2.
Pemisahan
ini dimungkinkan bila Dinas Kebersihan dapat diandalkan sehingga beban rumah
sakit tinggal memusnahkan sampah medis.
3.
Pembuangan
dan pemusnahan sampah medis dan non medis dijadikan satu.
Dengan demikian rumah sakit harus
menyediakan sarana yang memadai. Pemusnahan sampah rumah
sakit dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut:
a. Insinerator
Insinerator merupakan alat yang
digunakan untuk memusnahkan sampah
dengan membakar sampah tersebut dalam satu tungku pada suhu 1500-1800 0F dan dapat
mengurangi sampah 70 %. Dalam penggunaan insinerator di rumah sakit, maka
beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah ukuran, desain yang
disesuaikan dengan peraturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi
yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam komplek rumah sakit dan
jalur pembuangan abu dan sarana gedung untuk melindungi insinerator dari bahaya
kebakaran. Insinerator hanya digunakan untuk memusnahkan limbah klinis atau
medis. Ukuran insinerator disesuaikan dengan jumlah dan kualitas sampah.
Sementara untuk memperkirakan ukuran dan kapasitas insinerator perlu mengetahui
jumlah puncak produksi sampah.
1) Lokasi Penguburan
Khusus untuk limbah medis, seperti
plasenta atau sisa potongan anggota tubuh dari ruang operasi atau otopsi yang
mudah membusuk, perlu segera dikubur (Chandra, 2007).
2) Sanitary Landfill
Pembuangan sampah medis dapat juga dibuang ke lokasi
pembuangan sampah akhir dengan menggunakan cara sanitary landfill. Sampah medis
terlebih dahulu dilakukan sterilialisasi atau disinfeksi kemudian dibuang dan
dipadatkan ditutup dengan lapisan tanah setiap akhir hari kerja.
J.
Pengaruh Pengelolaan Sampah Rumah
Sakit Terhadap Masyarakat dan Lingkungan.
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan memberikan pengaruh
negatif tehadap masyarakat dan
lingkungannya. Adapun pengaruh -pengaruh tersebut dapat berupa:
1. Pengaruh Terhadap Kesehatan
a. Pengelolaan sampah rumah sakit yang
kurang baik akan menjadi tempat yang baik bagi vektor-vektor penyakit seperti
lalat dan tikus.
b. Kecelakaan pada pekerja atau
masyarakat akibat tercecernya jarum suntik dan bahan tajam lainnya.
c. Insiden penyakit demam berdarah
dengue akan meningkat karena vektor penyakit hidup dan berkembangbiak dalam
sampah kaleng bekas ataupun genangan air.
2.
Pengaruh
Terhadap Lingkungan
a. Estetika lingkungan menjadi kurang
sedap dipandang.
b. Proses pembusukan sampah oleh
mikroorganisme akan mengjhasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.
c. Adanya partikel debu yang
beterbangan akan menganggu pernapasan, menimbulkan pencemaran udara yang akan
menyebabkan kuman penyakit mengkontaminasi peralatan medis dan makanan rumah
sakit.
d. Apabila terjadi pembakaran sampah
rumah sakit yang tidak saniter asapnya akan menganggu pernapasan, penglihatan,
dan penurunan kualitas udara.
3.
Pengaruh
Terhadap Rumah Sakit
a. Keadaan lingku ngan rumah sakit yang
tidak saniter akan menurunkan hasrat pasien berobat di rumah sakit tersebut.
b. Keadaan estetika lingkungan yang
lebih saniter akan menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, petugas, dan pengunjung
rumah sakit.
c. Keadaan lingkungan yang saniter
mencerminkan mutu pelayanan dalam rumah sakit yang semakin meningkat.
K. Pengelola Sampah Rumah Sakit
1. Sampah dari setiap unit pelayanan
fungsional dalam rumah sakit dikumpulkan oleh tenaga perawat khususnya yang
menyangkut pemilahan sampah medis dan non-medis, sedangkan ruangan lain bisa
dilakukan oleh tenaga kebersihan.
2. Proses pengangkutan sampah dilakukan
oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi SMP ditambah latihan khusus.
3. Pengawas pengelolaan sampah rumah sakit
dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D1 ditambah latihan khusus
Menurut Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 petugas pengelola
sampah harus mengg unakan alat pelindung diri yang terdiri :
a.
Topi/helm;
b.
Masker;
c.
Pelindung
mata;
d.
Pakaian
panjang (coverall);
e.
Apron
untuk industri;
f.
Pelindung
kaki/sepatu boot; dan
g.
Sarung
tangan khusus (disposable gloves atau
heavy duty gloves)
BAB
III
PEMECAHAN
MASALAH
A.
Pemecehan
Masalah Secara Teknis
Untuk memudahkan pengelolaan sampah rumas sakit maka
terlebih dahulu limbah atau sampahnya dipilah-pilah untuk dipisahkan. Pewadahan
atau penampungan sampah harus memenuhi persyaratan dengan penggunaan jenis
wadah seseuai kategori di samping.
Tempat – tempat penampungan sampah hendaknya memenuhi
syaratan minimal sebagai berikut (Depkes RI,2002).
1. Bahan tidak mudah karat
2. Kedap air, terutama untuk menampung
sampah basah
3. Bertutup rapat
4. Mudah dibersihkan
5. Mudah dikosongkan atau diangkut
6. Tidak menimbulkan bising
7. Tahan terhadap benda tajam dan
runcing
Pengolahan sampah harus dilakukan dengan benar dan efektif
dan memenuhi persyaratan sanitasi. Sebagai sesuatu yang tidak digunakan lagi,
tidak disenangi dan yang harus dibuang maka sampah tentu harus dikelola dengan
baik. Syarat yang harus dipenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak
mencemari, air, atau tanah, tidak menimbulkan kebakaran, tidak menimbulkan bau,
serta memenuhi syarat dari segi estetika.
Selain itu , berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah merupakan kegiatan
yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan
penanganan sampah.
Menurut Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit didalam pelaksanaan pengelolaan sampah setiap
rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber, harus mengelola
dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun, harus
melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi. Setiap peralatan yang
digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan,
dan pemusnahaan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.
Hal ini dapat dilaksanakan dengan melakukan :
1. Menyeleksi bahan-bahan yang kurang
menghasilkan limbah sebelumnya membelinya.
2. Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia
3. Mengutamakan metode pembersihan
secara fisik dari pada secara kimiawi.
4. Mencegah bahan-bahan yang dapat
menjadi limbah seperti dalam kegiatan perawatan dan kebersihan.
5. Memonitor alur penggunaan bahan
kimia dari bahan baku sampai menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun
6. Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan
7. Menggunakan bahan-bahan yang
diproduksi lebih awal untuk menghindari kadaluarsa
8. Menghabiskan bahan dari setiap
kemasan
Menurut SK SNI 19-2454-2002 teknik opersional pengelolaan
sampah perkotaan terdiri dari kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir
harus bersifat terpadu.
Teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan meliputi
dasar-dasar perencanaan untuk kegiatan-kegiatan :
a.
Pewadahan
sampah
b.
Pengumpulan
sampah
c.
Pemindahan
sampah
d.
Pengangkutan
sampah
e.
Pengolahan
sampah
f.
Pembuangan
akhir sampah.
Kegiatan pemilahan dan daur ulang semaksimal mungkin
dilakukan sejak dari pewadahan sampah sampai dengan pembuangan akhir sampah.
Teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan yang terdiri atas kegiatan
pewadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah harus bersifat terpadu dengan
melakukan pemilahan sejak dari sumbernya. Pengelolaan sampah B3 rumah tangga
dikelola secara khusus sesuai aturan yang berlaku. Kegiatan pemilahan dapat
pula dilakukan pada kegiatan pengumpulan pemindahan. Kegiatan pemilahan dan
daur ulang diutamakan di sumber.
B.
Pemecehan
Masalah Secara Non Teknis
Pengelolaan persampahan di negara industri sering
didefinisikan sebagai kontrol terhadap timbulan sampah, mulai dari pewadahan,
pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, proses, dan pembuangan akhir sampah,
dengan prinsip-prinsip terbaik untuk kesehatan, ekonomi, keteknikan/engineering, konservasi, estetika, lingkungan, dan
juga terhadap sikap masyarakat.
Keberhasilan pengelolaan, bukan hanya tergantung aspek
teknis semata, tetapi mencakup juga aspek non teknis, seperti bagaimana
mengatur sistem agar dapat berfungsi, bagaimana lembaga atau organisasi yang
sebaiknya mengelola, bagaimana membiayai sistem tersebut dan yang tak kalah
pentingnya adalah bagaimana melibatkan masyarakat penghasil sampah dalam
aktivitas penanganan sampah. Untuk menjalankan sistem tersebut, harus
dilibatkan berbagai disiplin ilmu, seperti perencanaan kota, geografi, ekonomi,
kesehatan masyarakat, sosiologi, demografi, komunikasi, konservasi, dan ilmu
bahan. Sebelum UU-18/2008 dikeluarkan, kebijakan pengelolaan sampah perkotaan
di Indonesia memposisikan bahwa pengelolaan sampah perkotaan
merupakan sebuah sistem
yang terdiri dari 5 komponen, yaitu:
- Peraturan
/ hukum
- Kelembagaan
dan organisasi
- Teknik
operasional
- Pembiayaan
- Peran
serta masyarakat.
f. Bila diperhatikan, konsep ini
sebetulnya berlaku tidak hanya untuk pendekatan pemecahan masalah persampahan,
tetapi juga untuk sector lain yang umumnya terkait dengan pelayanan masyarakat.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pengelolaan
sampah yang kurang baik akan memberikan pengaruh negatif tehadap masyarakat dan lingkungannya.
2.
Pengolahan
sampah harus dilakukan dengan benar dan efektif dan memenuhi persyaratan
sanitasi.
3.
Rumah
sakit merupakan suatu kegiatan yang mempunyai potensi besar menurunkan kualitas
lingkungan dan kesehatan masyarakat, terutama yang berasal dari aktivitas
medis.
B.
Saran
1.
Ukuran
hendaknya tidak terlalu besar sehingga mudah dikosongkan, apabila jumlah sampah
yang ditampung cukup banyak perlu menambah jumlah container.
2.
Setiap
peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan,
pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang
berwenang.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi,(2013). Pengolahan
Limbah Medis Rumah Sakit. Gosyen Publishing. Pontianak.
Chandra B. (2007). Pengantar
Kesehatan Lingkungan.EGC,Jakarta
Depkes.
R.I.,( 2002). Pedoman Sanitasi Rumah
Sakit di Indonesia. Bakti Husada : Jakarta.
Djojodibroto, RD.,
1997. Kiat Mengelola Rumah Sakit, Hipokrates, Jakarta.
Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta.
Undang-Undang RI No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta
Undangan-undang Nomor
18 tahun 2008,Tentang Pengolahan Sampah.
Keputusan Menteri Repoblik Indonesia
nomor : 1204/Menkes/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit.
Siahaan,
(2010). Pelaksanaan pengelolaan sampah rumah sakit umum daerah
sidikalang tahun 2010.
Skripsi. Fakultas kesehatan masyarakat Universitas sumatera utara Medan.
Sumantri,A.(2013).
Kesehatan Lingkungan.,Edisi Revisi. Jakarta
Suyono
& Budiman,(2012).Ilmu Kesehatan
Masyarakat Dalam Konteks Kesehatan Lingkungan. EGC,Jakarta
Post a Comment for "Manajemen Risiko Lingkungan"