Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Peningkatan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

 


"Peningkatan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia: Kementerian Kesehatan Mendorong Masyarakat Aktif dalam Pencegahan dan Upaya Penanggulangan"

Pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes), mendorong masyarakat untuk aktif dalam upaya pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yang kini menjadi ancaman serius.

Laporan terbaru mengungkapkan adanya peningkatan kasus DBD di Karawang, Jawa Barat. Hingga bulan Juni 2023, tercatat sebanyak 507 kasus telah dilaporkan, dengan 4 orang yang meninggal dunia.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pada periode tahun 2023 tercatat ada 35.694 kasus insiden Demam Berdarah Dengue (DBD).

Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah kasus terbanyak, mencapai lebih dari 6.000 kasus, diikuti oleh Bali dengan 3.400 kasus. Selain itu, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat (NTB) juga melaporkan jumlah kasus yang signifikan.

Terdapat 5 kota dengan jumlah kasus DBD terbanyak, yaitu Kota Denpasar, Kota Bandung, Bima, Kabupaten Badung, dan Kota Balikpapan, dengan total kematian mencapai 270 kasus.

Kasus kematian tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, NTB, dan Kalimantan Timur. Sedangkan, kota dengan kematian tertinggi akibat DBD adalah Kendal, Bima, Probolinggo, Semarang, dan Blora.

Case fatality rate tertinggi tercatat di beberapa daerah, yaitu Kabupaten Kaur sebesar 33,3%, Majene sebesar 25%, Bangka Selatan mencapai 10,6%, Muara Enim mencapai 9,5%, dan Kepulauan Sangihe 8%.

Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menekankan bahwa pemberantasan nyamuk pembawa penyakit DBD tidak dianjurkan menggunakan metode fogging atau pengasapan. Dr. Imran Pambudi, MPHM, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI, menjelaskan bahwa efek dari fogging hanya bersifat sementara dan kadang-kadang dapat merugikan kesehatan manusia.

Penggunaan fogging dalam pemberantasan nyamuk dapat menyebabkan pencemaran lingkungan yang berdampak negatif pada kesehatan manusia. Selain itu, metode ini juga berpotensi membuat nyamuk menjadi resisten atau kebal terhadap bahan kimia yang digunakan.

Menurut pernyataan Imran pada Kamis (15/6/2023), saat ini penting untuk mengurangi penggunaan fogging. Langkah yang perlu diambil adalah pemberantasan sarang nyamuk secara massal, berkelanjutan, dan jika diperlukan, dilakukan sepanjang tahun, terutama di daerah yang menjadi endemis.

Imran juga mengajukan tiga langkah utama dalam pemberantasan sarang nyamuk, yang dikenal sebagai 3M plus. Pertama, menguras dan menyikat sarang nyamuk. Kedua, menutup tempat penampungan air yang berpotensi menjadi sarang nyamuk. Ketiga, memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk.

Selain itu, Imran menyarankan penggunaan tumbuhan pengusir nyamuk sebagai cara tambahan untuk mencegah gigitan dan perkembangbiakan nyamuk demam berdarah dengue (Aedes aegypti).

Selain upaya tersebut, vaksin dengue juga menjadi salah satu cara pencegahan yang efektif menurut Imran dalam penanggulangan demam berdarah dengue di Indonesia.

Imran juga mengungkapkan bahwa saat ini terdapat dua jenis vaksin yang telah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan tersedia di pasaran. Dua jenis vaksin tersebut adalah vaksin Dengvaxia dan vaksin Qdenga.

Dokter Mulya Rahma Karyanti, seorang Spesialis Anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, menjelaskan bahwa nyamuk demam berdarah dengue menjadi lebih agresif saat terpapar suhu yang tinggi.

Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap gigitan nyamuk demam berdarah dengue.

Cuaca Panas

Dr. Mulya menjelaskan bahwa infeksi demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk betina aedes aegypti. Nyamuk ini membutuhkan darah manusia untuk mengisapnya agar dapat bertelur.

Menurut dr. Mulya, masa inkubasi demam berdarah dengue adalah 5 hingga 10 hari, dengan rata-rata 7 hari sejak gigitan nyamuk terjadi hingga timbulnya gejala.

Gejala yang umum terjadi pada infeksi demam berdarah dengue adalah demam mendadak yang tinggi selama 2 hingga 7 hari, diikuti oleh muka yang memerah, sakit kepala, dan gejala mual yang kadang-kadang disertai muntah.

Beberapa gejala lainnya termasuk sakit perut, sakit tulang, nyeri pada tulang sendi pada orang dewasa, diare, bintik-bintik merah pada kulit, mimisan, gusi yang berdarah, muntah darah, dan buang air besar yang berdarah.

Dr. Mulya juga menyebutkan bahwa tangan dan kaki dapat terasa dingin dan lembab, terjadi kelemahan, serta tidur terus-menerus sebagai gejala lainnya.

Dicky Budiman, seorang peneliti Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global, menyebutkan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi wabah DBD di Indonesia. Pertama, penguatan surveilans dan respon yang meliputi deteksi dini, khususnya jentik nyamuk dan kasus demam berdarah.

Selain itu, perlu dilakukan pengendalian berkala di lokasi yang berpotensi sebagai tempat berkembang biaknya nyamuk untuk mencegah penyebaran penyakit.

Beberapa langkah pencegahan yang bisa dilakukan termasuk memberikan penerangan, penggunaan insektisida atau cairan anti-nyamuk, dan sebagainya. Penting juga melibatkan komunitas dalam membangun literasi, terutama dalam menjaga kebersihan dengan prinsip 3M (menimbun, mengubur, dan menguras).

Kedua, penting untuk mengetahui gejala awal dari demam berdarah dengue agar dapat segera mencari pertolongan medis.

Ketiga, perlu dilakukan riset terkait vaksin dan pengobatan, serta peningkatan kemampuan tenaga kesehatan dalam mendiagnosis penyakit ini untuk menghindari kesalahan diagnosis.

Post a Comment for "Peningkatan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia"