Bahan Toksik Pada Pangan
BAHAN TOKSIK PADA PANGAN
Pangan
biasanya berasal dari sumber hayati dan air, dapat Diolah maupun tidak diolah,
dan diperuntukkan sebagai makanan Ataupun minuman bagi konsumsi manusia.
Termasuk di Dalamnya adalah bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, Dan bahan
lain untuk proses penyiapan, pengolahan, atau Pembuatan makanan atau minuman.
Pada umumnya pangan Dikonsumsi karena citarasanya dan terutama karena kandungan
Gizinya, yaitu senyawa-senyawa bermanfaat bagi tubuh baik Sebagai sumber
energi, bahan pembangun jaringan maupun Senyawa-senyawa untuk membantu proses
metabolisme sehingga Tubuh dalam kondisi sehat (Saparinto et al, 2006).
Namun
demikian, selain mengandung zat atau senyawasenyawa bermanfaat dan penting
tersebut, kadang bahan pangan Juga mengandung senyawa-senyawa beracun dengan
potensi Mengganggu kesehatan sehingga keberadaannya tak dikehendaki. Secara
kimiawi, senyawa-senyawa ini sangat beragam mulai dari Paling sederhana berupa
garam anorganik sampai makromolekul Yang berat molekulnya tinggi.
Senyawa-senyawa ini bisa terdapat Secara alami dalam bahan-bahan makanan dari
tanaman (nabati) Dan hewan (hewani), diproduksi oleh mikrobia, ataupun berasal
Dari zat tambahan pada bahan makanan. Senyawa-senyawa Tersebut memiliki sifat
dan tingkat potensi dalam membahayakan Kesehatan berbeda-beda, mulai dari
menimbulkan keracunan akut sampai
menimbulkan keracunan kronis.
Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan (BTP), seperti pewarna, Pengawet, penguat rasa, pemanis, dan sebagainya, memiliki Berbagai fungsi, antara lain: mengembangkan nilai gizi suatu Makanan, mempermudah dalam proses produksi, membuat Makanan lebih tahan lama, serta memodifikasi penampilan Makanan (bentuk, rasa, warna, dan aroma). Pada umumnya, Penggunaan BTP dapat disengaja ataupun tidak disengaja. Keberadaan BTP secara tidak sengaja pada makanan mungkin disebabkan oleh proses produksi dan biasanya berada dalam komposisi sangat kecil (Hughes, 1987).
Zat Pengawet
Zat pengawet adalah bahan tambahan pangan yang Berfungsi mencegah atau menghambat tumbuhnya bakteri, Sehingga tidak terjadi fermentasi (pembusukan), pengasaman, Atau penguraian makanan karena aktivitas bakteri (Fardiaz, 2007). Tujuan penggunaan bahan pengawet adalah untuk Memperpanjang masa simpan bahan makanan. Zat pengawet Dapat berasal dari senyawa organik ataupun anorganik. Zat pengawet organik lebih banyak dipakai karena Lebih mudah dibuat dan dapat terdegradasi sehingga mudah Diekskresikan. Bahan pengawet organik ini digunakan baik dalam bentuk asam maupun garamnya. Contoh pengawet organik yang sering dipakai adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida (Winarno, 1994). Sedangkan contoh zat pengawet anorganik antara lain sulfit, hidrogen peroksida, nitrat, dan nitrit. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti Clostridium botulinum, yaitu suatu bakteri dengan kemampuan memproduksi racun mematikan. Akhirnya, nitrit dan nitrat banyak digunakan sebagai bahan pengawet tidak saja pada produk-produk daging, tetapi pada ikan dan keju (Cahyadi, 2008).Dikarenakan pangan mempunyai peranan penting Dalam kesehatan masyarakat maka dalam pengolahan bahan Pangan perlu dihindarkan dari penggunaan bahan tambahan Pangan yang dapat merugikan atau membahayakan Konsumen. Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi Menguntungkan karena dengan bahan tersebut bahan pangan Dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba yang dapat Menyebabkan kerusakan bahan pangan, baik mikroba patogen Maupun mikroba nonpatogen. Namun dari sisi lain, bahan Pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia atau zat asing Dalam bahan pangan. Apabila penggunaan jenis pengawet dan Dosisnya tidak diatur maka menimbulkan kerugian bagi Konsumen. Misalnya, keracunan atau terakumulasinya Pengawet dalam organ tubuh.
Asam benzoat
Menurut
FDA, benzoat hingga konsentrasi 0,1 % Digolongkan sebagai ’Generally Recognized
as Safe’ (GRAS). Di negara-negara selain Amerika Serikat, Senyawa benzoat
digunakan hingga konsentrasi 0,15% Dan 0,25%. Batas European Commision untuk
asam Benzoat dan natrium benzoat adalah 0,015-0,5%. Di Indonesia, penggunaan
asam benzoat dan natrium benzoat Telah diatur dalam SNI 01-0222-1995 tentang
Bahan Tambahan Makanan yang kadarnya berkisar dari 0,06 %-0,1 %. Asam benzoat
memiliki LD50 pada tikus peroral Sebesar 7,36 g/kg, pada kucing dan anjing
sebesar 2 g/kg. Pada manusia dengan berat badan 67 kg sebesar 50 g Tidak
menimbulkan efek. Pemberian dosis besar akan Menimbulkan nyeri lambung, mual,
dan muntah (Ratnani, 2009).
Alimi (1986) telah melakukan penelitian tentang Pemberian natrium benzoat kepada mencit selama 60 hari Secara terus menerus dan dilaporkan bahwa pada Pemberian benzoat dengan kadar 0,2% menyebabkan Sekitar 6,67% mencit putih terkena radang lambung, usus Dan kulit. Sedangkan pada pemberian kadar 4% Menyebabkan sekitar 40% tikus mencit menderita radang Lambung dan usus kronis serta 26,6% menderita radang Lambung dan usus kronis yang disertai kematian (Alimi, 1986).
Asam sorbat
Asam
sorbat dalam tubuh dimetabolisme seperti Asam lemak biasa, dan tidak bereaksi
sebagai Antimetabolit. Rendahnya tingkat toksisitas, memberikan Kenyataan bahwa
asam sorbat dan sorbat dimetabolisme Seperti asam lemak lainnya. Pada kondisi
ekstrem (suhu Dan konsentrasi sorbat tinggi) asam sorbat dapat bereaksi Dengan
nitrit membentuk produk mutagen yang tidak Terdeteksi di bawah kondisi normal
penggunaan. Asam Sorbat juga kemungkinan memeberikan efek iritasi kulit Apabila
langsung dipakai pada kulit, sedangkan untuk Garam sorbat belum diketahui
efeknya terhadap tubuh.Asam sorbat memiliki LD50 per oral pada tikus sebesar 7,300
mg/kg sedangkan pada mencit sebesar 3,200 mg/kg (Ratnani, 2009).
Kadar maksimum asam sorbat menurut ADI (Acceptance Daily Intake) adalah 25 mg/kg per hari, Penggunaan berlebihan dapat memberi efek karsinogenik, Keracunan akut, mengganggu metabolisme dan lain Sebagainya, namun penggunaan sesuai kadar tidak akan Berpengaruh pada kesehatan dan baik digunakan sebagai Pengawet makanan (WHO, 1997).
Sulfur
dioksida
Sulfur
dioksida merupakan bahan pengawet yang Diizinkan namun kurang aman dikonsumsi.
Akan tetapi, Penggunaan sulfur dioksida dalam minuman dapat menghambat
pertumbuhan bekteri, jamur, dan kapang, sehingga minuman tersebut menjadi lebih
awet. Bahan pengawet ini sering ditambahkan pada sari buah, buah kering, kacang
kering, sirup dan acar. Sulfur dioksida dilepaskan oleh senyawa sulfit. Sulfur
dioksida dapat ditemukan pada makanan dan obat-obatan. Dalam makanan, sulfit
digunakan sebagai bahan pengawet makanan seperti kentang yang dikeringkan, acar
bawang, adonan pizza, selai, jelly, sirup maple, dan saus. Salad buah dalam
kemasan botol atau kaleng dapat mengandung sulfit untuk mengawetkan warna buah
menjadi selalu segar. Beer dan minuman beralkohol pun dapat mengandung sulfit
sebagai bahan pengawet(Kristianingrum, 2006).
Sulfur dioksida dapat menyebabkan efek alergi Terhadap tubuh. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa Pusing, sakit perut, kesemutan, bercak merah pada kulit, Meningkatkan pacu jantung, kesulitan menelan, kejang Dan dapat memicu asma. Efek merugikan lain dapat Berupa hambatan terhadap pernafasan yang akan berakibat Fatal apabila terjadi edema (kelebihan akumulasi cairan Didalam jaringan tubuh sehingga menyebabkan Pembengkakan) paru, edema glottis (celah pita suara) dan Spasme (tegangan otot) pada laring (Ratnani, 2009).
Nitrit-Nitrat
Nitrat
dan nitrit adalah bahan pengawet dengan Kemampuan memberikan warna dan rasa
khusus pada Daging, misalnya pada ham dan corned beef. Kedua bahan Pengawet ini
berguna untuk mengendalikan suatu Mikroorganisme pembentuk toksin misalnya
Clostridium Botulinum. Selain itu nitrit terdapat dalam tubuh, terutama Dalam
liur, dan telah terbukti bahwa penitroan amin Tertentu dapat terjadi dalam
perut. Karena alasan–alasan Tersebut, penggunaan bahan pengawet ini belum
dilarang Tetapi tingkat penggunaanya dikurangi (Ratnani, 2009).
Senyawa
nitrat dan nitrit, keduanya dapat Menyebabkan vasodilatasi (pelebaran pembuluh
darah) Yang dapat menimbulkan hipotensi. Pada dosis rendah, Nitrat dapat
membuat rileks pembuluh darah vena Sehingga dapat meningkatkan suplai darah ke
jantung, Sedangkan pada dosis tinggi dapat membuat rileks Pembuluh darah arteri
sehingga dapat memperlancar Peredaran darah. Di dalam saluran pencernaan,
senyawa Nitrit dapat bereaksi dengan amina dalam pangan Membentuk senyawa
nitrosamin. Selain di dalam tubuh, Senyawa nitrosamin juga dapat terbentuk di
luar tubuh, Misalnya pada saat daging dengan kandungan nitrit atau Nitrat
diolah atau dimasak, terutama pada suhu tinggi (BPOM, 2014).
Keracunan karena penggunaan senyawa nitrat dan Nitrit sebagai pengawet dapat pula terjadi secara akut, Terutama jika kadarnya berlebihan. Selain dapat Membentuk nitrosamin yang bersifat karsinogenik, nitrit Merupakan senyawa yang berpotensi sebagai senyawaPengoksidasi. Di dalam darah, nitrit dapat bereaksi Dengan hemoglobin dengan cara mengoksidasi zat besi Bentuk divalen menjadi trivalen kemudian menghasilkan Methemoglobin. Methemoglobin tidak dapat mengikat Oksigen, oleh karena itu terjadi penurunan kapasitas darah Yang membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh Serta menimbulkan kondisi yang disebut Methemoglobinemia. Jika kadar methemoglobin meningkat hingga 10% maka akan menimbulkan sianosis yang ditandai dengan munculnya warna kebiruan pada kulit dan bibir; kadar di atas 25% dapat menyebabkan rasa lemah dan detak jantung cepat; sedangkan kadar di atas 60% dapat menyebabkan ketidaksadaran, koma, bahkan kematian (BPOM, 2014).
Zat Pewarna
Tujuan
penggunaan zat pewarna pada pangan antara Lain untuk membuat pangan menjadi
lebih menarik, Menyeragamkan warna pangan, serta mengembalikan warna Dari bahan
dasar yang hilang atau berubah selama Pengolahan. Berdasarkan asalnya, pewarna
dapat dibedakan Menjadi pewarna alami dan pewarna sintetik (buatan). Pewarna
alami dibuat melalui proses ekstraksi, isolasi, atau Derivatisasi (sintesis
parsial) dari tumbuhan, hewan, mineral, Atau sumber alami lain, termasuk
pewarna identik alami. Beberapa pewarna alami yang diijinkan untuk pangan
adalah Kurkumin, riboflavin, karmin, ekstrak cochineal, klorofil, Karamel,
karbon tanaman, beta-karoten, ekstrak anato, Karotenoid, merah bit, dan
antosianin. Sedangkan pewarna Sintetik adalah pewarna buatan dengan melalui proses
sintesis Secara kimiawi. Pewarna sintetik dengan izin dan Diperbolehkan untuk
pangan antara lain tartrazin, kuinolin Kuning, karmoisin, eritrosin, biru
berlian FCF, hijau FCF, dan Coklat HT. Namun, penggunaan zat pewarna secara Berlebihan,
tidak tepat, dan penggunaan zat pewarna berbahaya tidak diperuntukkan untuk
pangan karena dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan (BBPOM, 2015;
Cahyadi, 2008).Penggunaan zat pewarna baik alami maupun buatan sebagai bahan
tambahan makanan ini telah diatur dalam Permenkes RI Nomor 722/MenKes/Per/VI/88
mengenai Bahan Tambahan Makanan. Sedangkan zat warna yang dilarang digunakan
dalam pangan tercantum dalam Permenkes RI Nomor 239/MenKes/Per/V/85. Pewarna
sintetik tersebut dilarang penggunaannya karena diketahui berbahaya dan
memiliki efek tidak baik bagi kesehatan tubuh, seperti Rhodamin B dan Metanil
yellow. Sedangkan bahan pewarna sintetik yang diizinkan namun dibatasi penggunaannya
antara lain Amaranth, Ponceau 4R, Tartazine, Sunset yellow, Quinoline yellow,
Brilliant blue, dan lainnya.
Post a Comment for "Bahan Toksik Pada Pangan "